Akhirnya DPR Tunda Pengesahan Empat RUU Ini
Yakni RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba. Karena sesuai Pasal 20 ayat (2) UUD 1945, pengesahan RUU menjadi UU harus persetujuan bersama antara DPR dan pemerintah.
NASIONAL SRI
Teriakan berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa di sejumlah daerah akhirnya mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi UU dalam rapat paripurna, Selasa (24/9/2019). Pasalnya, materi muatan dalam empat RUU tersebut dinilai masih bermasalah dan menuai polemik di masyarakat.
Keempat RUU itu adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Revisi UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, RUU tentang Pertanahan, dan RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba). Lalu, keempat RUU itu bakal disempurnakan dan dibahas kembali oleh DPR dan pemerintahan periode 2019-2024.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan penundaan pengesahan empat RUU tersebut diputuskan setelah dilakukan rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara kemarin. Jokowi memang meminta DPR menunda pengesahan empat RUU itu akibat desakan masyarakat, sehingga DPR tak dapat berbuat banyak.
Sebab, bagaimanapun pengesahan sebuah RUU menjadi UU harus mendapat persetujuan dari pemerintah seperti diatur konstitusi. Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.”Menurutnya,tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka setiap RUU tidak bisa disahkan menjadi UU.
Dia mengaku DPR mau tak mau mengikuti keinginan Presiden untuk menunda pengesahan empat RUU tersebut. Meski sebelumnya, DPR sempat ngotot bakal mengesahkan RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba. Menindaklanjuti pertemuan dengan Presiden di Istana Senin (23/9) kemarin, kemudian DPR menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Dalam rapat Bamus tersebut, akhirnya disepakati menunda pengesahan terhadap empat RUU tersebut dengan memberi waktu yang cukup bagi DPR dan pemerintah mengkaji dan mensosialisasikan kembali secara masif terhadap materi muatan RUU, khususnya RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. “Agar masyarakat dapat lebih (mudah) memahaminya,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (24/9/2019).
Terkait status RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan tingkat pertama atau belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan dalam rapat paripurna. Khusus penundaan RKUHP telah dilakukan sesuai dengan mekanisme, prosedur, dan tata cara di DPR. Keputusan penundaan pengesahan, kata Bambang, DPR dan pemerintah akan mengkaji kembali pasal demi pasal yang termuat dalam RKUHP, khususnya pasal-pasal yang menjadi perhatian masyarakat.
“Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RKUHP, sehingga masyarakat bisa mendapat penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini. Baca Juga: Presiden Minta DPR Tunda Sejumlah RUU Ini
Meski begitu, politisi Partai Golkar itu menegaskan pembahasan RKUHP, khususnya di tingkat Panja bersama pemerintah telah melibatkan sejumlah profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, komunitas masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat. Harapannya agar keberadaan pasal per pasal yang dirumuskan dapat menjawab permasalahan yang ada di tengah masyarakat.
“Memang tidak semua aspirasi bisa kita diterima, karena itu kita libatkan berbagai profesor hukum dengan berbagai kepakaran untuk meramu dan memformulasi terbaik,” katanya.
Seperti diketahui, sejumlah elemen masyarakat termasuk Komnas HAM dan Komisi Informasi Pusat menyuarakan agar pengesahan RKUHP ditunda. Selain pembahasan dinilai tertutup, materi muatan RKUHP dinilai masih mengandung persoalan yang bisa menimbulkan ketidakjelasan dalam penerapannya, multitafsir, ketidakpastian hukum, hingga bertentangan hak-hak yang dijamin konstitusi.
Misalnya, pasal contempt of court, penghinaan presiden, living law, penodaan agama, pidana mati, perzinahan, penghinaan pemerintah/penguasa, pidana korporasi, aborsi, narkotika, hingga pelanggaran HAM berat. Baca Juga: Ramai-Ramai Minta Penundaan Pengesahan RKUHP
Menyadari bermasalah
Sementara Ketua Panja RUU Pemasyarakatan Erma Suryani Ranik dalam rapat paripurna menyampaikan laporan hasil kerja sepanjang 8 kali pembahasan dengan pemerintah. Menurutnya, RUU Pemasyarakatan berisi 11 bab dengan 99 Pasal. Ternyata, dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan di Rumah Tahanan, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), dan lembaga pembinaan khusus anak masih terdapat banyak permasalahan.
Seperti over kapasitas, kerusuhan, minimnya sarana dan prasarana, serta maraknya peredaran narkoba di dalam Lapas. Padahal, keberadaan Lapas bukan sekedar tempat pemidanaan, namun pembinaan narapidana agar dapat menyesuaikan diri menjadi lebih baik setelah selesai menjani masa hukuman.
Karenanya, RUU Pemasyarakatan perlu pengaturan yang lebih menyeluruh (komprehensif) dalam mengatasi berbagai permasalahan di Lapas dan Rutan. Namun menurutnya, sistem pemasyarakatan yang terdapat dalam UU 12/1995 belum mengakomodir penanganan masalah terhadap kondisi kekinian di Lapas hingga Rutan.
Lebih lanjut, Erma menuturkan ada perubahan substansi dalam Revisi UU Pemasyarakatan. Pertama, tentang asas. Sistem pemasyarakatan dilakukan dengan memperhatikan asas. Mulai asas pengayoman, proporsionalitas, profesionalitas dalam pengelolaan Rutan, Lapas, Bapas. Kedua, fungsi pemasyarakatan. Terhadap sistem pemasyarakatan dilaksanakan fungsi pengamanan, pengawasan, peninjauan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Ketiga, hak dan kewajiban terhadap tahanan anak dan pembinaan. Menurutnya, pemenuhan hak-hak anak terdapat perlakukan khusus, berkebutuhan khusus, dan usia lanjut. Menurutnya, anak dapat dibawa ke Rutan atau Lapas untuk tinggal bersama ibunya hingga usia 3 tahun.
Keempat, mengatur tentang hak dan kewajiban petugas pemasyarakatan.Kelima, tentang pengawasan internal dan eksternal. Keenam, kerja sama dan peran serta masyarakat dalam melaksanakan program-program pemasyarakatan bagi warga binaan, anak binaan, hinga mantan narapidana.
“Kami dari Panja RUU ini berharap aturan ini dapat mengatasi berbagai masalah Lapas dan dapat diselesaikan satu per satu,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta penundaan pengesahan sejumlah RUU usai menggelar pertemuan dengan pimpinan, fraksi, dan pimpinan Komisi III DPR RI di Istana Negara, Senin (23/9/2019) kemarin. RUU yang dimaksud yakni RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU KUHP. Alasannya, agar substansi RUU yang dimaksud mendapat masukan dari masyarakat.
Presiden berharap pengesahan sejumlah RUU itu akan dilakukan oleh DPR RI periode 2019-2024. Namun, Presiden menjelaskan dirinya belum berencana mengeluarkan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) terkait Perubahan UU KPK. Menurutnya, mengenai RUU KUHP, DPR masih memiliki kesempatan rapat paripurna hingga tanggal 30 September 2019. "Masyarakat kalau mau menyampaikan materi-materi silakan ke DPR. Saya kira DPR net red
Suasana sidang paripurna DPR.
Komentar
Posting Komentar